Oke sahabat
RemajaXsis semuanya. ude lama nih nggak postingin cerita lagi. Tapi tenang aja. kali ini
RemajaXsis akan menghadirkan sebuah kisah tentang perjalanan seorang dalam mengarungi ke
hidupannya yang kelam. dan untuk lebih jelasnya, baca aja yuk. kisah selengkapnya.?
Akhir sebuah kisah.
Waktu telah menunjukkan pukul 23.00. Ardi kembali beraksi sendirian, tapi sepasang kilauan cahaya lampu mobil yang makin mendekat, membuatnya tersentak. Tanpa memperdulikan keadaan wanita itu. Ardi berlari secepat kilat sambil menggenggamku, darah mulai mengalir setetes demi tetes dari tubuh dekil ku. Kembali cairan pekat kembali mengotori tubuhku yang emang penuh dengan noda. Noda dan dosa yang tidak pernah aku impikan.
Napas ardi mulai tersengal-sengal, dapat kulihat kepanikan yang terpancar dari wajahnya yang layu. Tiba-tiba ardi berhenti, kepalanya memutar, menyelidiki sekeliling dengan tatapan nya yang liar tapi tak segarang dulu. Seakan dapat kudengar detak jantung nya yang kencang dan cepat, mungkin secepat detak jantungku.
Akhirnya ardi menemukan apa yang dicarinya. Sebuah pojokan gelap, diantara dua tempat bangunan yang sepertinya udah lama tak berpenghuni. Dengan cepat ardi melangkahkan kakinya kepojokan itu dan langsung duduk dan menyelonjorkan kakinya. Dengan satu tarikan nafas yang panjang. Ardi berusaha menenangkan dirinya, dengan kasar ardi melemparku, betapa sakitnya tubuhnya menyentuh tanah dengan keras, tempat yang kotor seperti diriku yang emang sangat dekil. Aku menangis pilu ditelan bisu.
Ardi meraih tas wanita dari sandangan punggungnya, tas wanita yang berhasil dirampasnya diperempatan lampu merah yang tengah sepi. Sebuah usaha untuk menyambung hidup yang penug dengan resiko, tapi tetap dijalaninya selama bertahun-tahun. Dengan mengorbankan harga diri dan etika, dan kebengisannya yang membuat bulu roma merinding. Ardi mulai merogoh tas itu untuk mengeluarkan isinya. Didapatnya sebuah ha-pe, dompet mahal, dan sebuah buku. Dengan mata yang jalang bagai kerasukan setan, ardi mulai mengeluarkan isi dari dalam dompet itu, ronah cerah terpancar dari wajahnya, kemudian ardi mulai mengotak-atik ha-pe keluaran terbaru itu.
Aku mulai mendesah. Sepuluh tahun sudah aku bersamanya, hidup didalam kekerasan dan kenistaan kota jakarta, kehidupan yang sangat tidak aku inginkan, tapi terpaksa kujalani. Apa daya ku menolak kehendaknya.? Aku tak punya daya, bahkan bergerakpun ardi adalah dalangnya. Dalang yang selalu mengontrol dan menentukan kemana aku akan melangkah. Dan kemana aku akan menghunjam dengan keras.
Dengusannya mengagetkan lamunanku. Tiba-tiba ardi tertawa sambil menatap ratusan ribu yang dipegangnya. Mungkin ardi tengah menghayalkan berapa botol minuman keras yang bisa ditenggaknya, atau ardi sedang memikirkan, wanita-wanita jalang langganannya. Entahlah, apakah seorang istri dan ketiga orang anak yang dengan setia menunggunya dikampung, sempat terselip dipikirannya.
Ardi mengelus-elus mata kakinya yang sempat terbentur sesuatu tadi. Pantas kurasa tadi pegangannya kepadaku hampir terlepas, ah,, andai saja terlepas mungkin saja aku bisa bebas, mungkin.
"Ah, putri, putri tunggu abang ya." kata ardi sambil cengengesan. Ah, benerkan dugaan ku, pasti para wanita jalang langganannya yang ada dibenaknya. Ardi meraba kepalanya yang sebagiannya mulai memutih, telah menandakan usianya yang mulai lanjut. Diperjelas dengan kerut-kerut diwajah dan sekujur tubuhnya, dan staminanya pun sudah tak sehebat dulu.
"Mengapa kau tak bertobat saja ardi.?" tanyaku dengan kesel
Tapi ardi sama sekali tak mengindahkan ucapanku.
"Aku sudah sangat lelah, berhentilah berbuat jahat, atau jangan pernah untuk mengajakku lagi.?" aku mulai mengomel.
Tapi ardi sama sekali tak mengindahkan ku. Selalu saja begini, tangis dan keluh kesah ku sama sekali tak mampu menggoyahkan perasaannya. Walau sudah kuteriakkan sekuat tenaga, tetap tidak terungkap meski lewat ekspresiku. Semuanya seperti terpendal dalam hati. Bahkan membersihkan dari darah wanita tadi yang kubunuh dan rampas tasnya saja aku tak mampu.
Ingin rasanya aku hanya diam dirumah. Biarlah walau tak seorangpun menyentuh atau memanfaat kan ku. Barangkali itu lebih baik dari pada aku terus jatuh kedalam jurang kenistaan.
Ardi merogoh tas wanita tadi lagi dan mengambil kartu dan dibacanya dengan seksama, lalu dipandangnya poto yang tertempel dikartu itu, mungkin itu poto wanita pemiliknya. Dengan tertawa ardi mencium poto itu.
Suara hingar bingar yang tiba-tiba memcahkan kesunyian membuatnya langsung menoleh kesegala arah. Apa itu.? Sependengaranku seperti suara orang ramai yang tengah berteriak-teriak, apa yang mereka ributkan.? Ardi mulai gelagapan. Dengan tergesa-gesa dipungutnya barang dalam tas yang sudah pada berantakan. Kemudian ardi hendak berlari. Aku dilupakannya.? Ah tidak, ardi kembali meraihku dan menggenggamnya dengan erat. Kemudian dengan mengendap-endap ardi mulai berjalan untuk mengetahui sumber keributan.
"Tangkap aja. Kita cari dia sampai dapat" kata seseorang dari kejauhan. Ardi langsung menghentikan langkahnya dan mulai berbalik arah.
"Gila. maen cincang aja. Emang dia yang punya nyawa apa.?" maki seseorang lainnya,
lalu terdengar yei-yei dukungan terhadap yang memaki barusan. Napas ardi semakin memburu, sekujur tubuhnya yang mulai rapuh bercucuran keringat dingin. Dan kedua tangannya mulai gemetar. Akupun hampir terlepas dari genggamannya.
"Lepaskan-lepaskan aku. Tolong lepaskan aku" teriakku.
"Lari kemana dia tadi.?" tanya seseorang, entah pada siapa. tak ada jawaban tapi terdengar suara orang banyak semakin mendekat
"Cari... Cari... Geledah semunya.! Termasuk kelorong-lorong gelapnya. Mungkin dia ngumpet disitu.!" seseorang mengkordir pencarian.
"Kalau ketemu sikat aja. Orang seenaknya sendiri, anak orang maen tebas aja.!"
Napas ardi tersekat. Keringat dingin semakin deras mengalir, bahkan kaosnya udah basah kuyup. Tanpa tau arah yang akan dituju, Ardi berlari kesana kemari mencari perlindungan. Tapi pada siapa dia mau meminta pertolongan.? Apakah ada orang yang bersedia menyembunyikannya.? Terlebih jika dia melihat aku dalam genggamannya.
"Buanglah aku.! Lemparkan aku disini agar mereka tak akan mengemukan kejahatanmu. Hei buanglah aku.!" percuma. Ardi sama sekali tak menggubrisnya, malah ia semakin kalap, bolak balik, mencari tempat yang aman. Yang rasanya tak akan pernah kami temukan dimana tempat kami sekarang.
"Aduh.!" Kepalaku terantuk sesuatu.
Kami memasuki gorong-gorong yang langit-langitnya rendah. Air membasahi tubuh kami berdua. Ah setidak nya tubuhku bersih dari darah yang menggangguku, meskipun berganti dengan air got yang kotor dan bau. Ia terus merangkah. Tubuhku digigitnya. dan tas wanita tadi dimasukkan kedalam celananya dengan paksa. Kini ia bebas merangkak terus ketengah gorong-gorong. Mau kemana ardi.? Tembus kemanakah gorong-gorong air ini.? punggungku sudah pegal dan sakit menahan gigitannya. Air liurnya juga sudah banyak menetesi tubuhku. Akhirnya dia berhenti dan mengibaskan rambut berusaha menajamkan telinga, yah suara itu masih terdengar diluar. Dapat kurasakan takut yang menyergap dirinya saat ini.
"Apa yang akan kamu lakukan ardi.? Kamu telah terkepung sekarang.? Selama ini kau selalu kabur. Merasa paling jago dan paling lihai menghindari polisi dan massa yang mengamuk. Tapi lihat lah sekarang, kau terjepit, terjepit diantara gorong-gorong. Dan terjepit diantara segudang dosamu, yang akan kau tebus sebentar lagi.?" Aku memakinya.
Sebuah cahaya menyinari kami.
"Itu dia.!" seseorang berseru lantang. Sinar senternya terus memantau kami. Ardi menganga dan termenung. Persembunyiannya telah berakhir. Sekarang ardi tak bisa berlari lagi.
"Ayo keluar bangsat.!" seseorang berteriak dan menarik-tarik tangan ardi, ardi mencoba bertahan, tapi rupanya mereka saling bahu membahu, saling menarik antara satu dengan yang lainnya, hingga mau tak mau ardi pun tertarik keluar dari gorong-gorong.
"Ya. pasti dia orang nya. Lihat goloknya, Lalu tas ini warna merah, persis yang dibilang cewek tadi.?"
Ardi hanya bisa diam tertunduk, parasnya sudah tak terbentuk lagi. Kotor, basah dan juga bau.
Ia menyeret ardi kesuatu tempat, ardi terus mengenggam tanganku seolah meminta perlindungan. Ardi berjalan terseok-seok, beberapa tonjokan sudah bersarang dipelipis dan bagian-bagian tubuhnya yang mulai merapuh. Dan tanpa bisa ardi untuk membela dirinya.
"Bener neng ini orangnya.?" tanya sesorang kepada seorang wanita yang tengah sibuk menahan darah yang terus mengucur dari bahunya. Ardi ternyata juga mengenali wanita itu, terlihat dari matanya yang terbelalak begitu menatap wajah wanita itu.
Wanita itu meringis menahan sakit dibahunya, tampaknya bala bantuan baru datang dari masyarakat.
"Ya dia orang nya dan tas itu milik saya.!" ujarnya lirih, sambil tangannya menunjuk sebuah tas yang dipegang oleh sebuah bapak yang mencengkeram ardi. Sorot matanya penuh amarah dan dendam.
Mendadak semua nya terjadi dengan cepat, pukulan jeweran tendangan bahkan ludah bersarang ditubuh ardi yang semakin melemah, untuk sekedar berkata ampun saja rasanya sudah tak sangggu.
"Ambil goloknya. Cepat ambil goloknya.!" teriak seseorang dengan semangat.
"Ya. Hajar dia dengan goloknya agar dia sendiri merasakan gimana rasanya digorok.!" dukung yang lain.
"Aduh sakitnya" mereka merampasku begitu saja dari tangan tuanku. Tanpa belas kasihan mereka menghunjamkan tubuhku berkali kali ketubuh tuanku. Tuanku merintih-rintih meminta sedikit ras iba.
"Jangan.! Sudah hentikan.! Jangan paksa aku melukainya. Hentikan.!" teriakku memohon,
tapi mereka samasekali tak perduli. Tubuhku terus diterjangkannya, terus dan terus sampai tubuhku berlumuran darahnya. Satu teriakan panjang mengakhiri nafas ardi yang sudah tak bergerak. Seseorang menyuruh menghentikan pukulan. Disitulah ardi kini. Ardi tuanku. Tergeletak dijalanan yang berhiaskan warna merah pekat yang berbau khaa, amis. Otak terburai keluar dari kepalanya. Dan matanya melotot nyaris lepas.
Wanita tadi menjerit tertahan begitu melihat keadaan ardi, tak lama kemudian datang lah sebuah mobil polisi. Dan dua orang menenteng kamera video. Bergegas mereka menghampiri ardi yang sudah ditinggalkan masa.
Aku tak tahu lagi apa yang terjadi, aku ikut seseorang yang berlari begitu cepat saat polisi datang. Tapi kemudian ia melemparku kesebuah semak, semak tak terurus yang penuh dengan sampah.
Sekarang aku terbarig sendirian dalam semak. Tubuhku semakin kotor, mungkin aku akan lama teronggok dosini. tanpa seorang pun menyadari kehadiranku. Mungkin inilah saatnya Allah menakdirkanku. Bebas dari derita saatnya Allah mengabulkan ku untuk diam. sevuah kisah telah berakhir dengan tragis. Mengantarku kedalam semak dan mengantar ardi tuanku kealam baka.
Gimana Sahabat semua kalau kita yang me
rasakan semua kejadian itu,?? Tapi semoga kehidupan kita semua adalah kehidupan yang indah dan sangat menenangkan. Sherkan kalau tertarik ya.?