Wah sahabat
Remajaxsis semuanya. udah lama banget nih nggak posting. Tapi kali ini cerpen sedih surat dari masa lalu akan segera dipostingkan, dan semoga saja tulisan kali ini bisa menghibur kalian semua, selamat menikmati....
Cerpen sedih Surat dari masa lalu
“Andri. Aku tahu kau akan baik-baik saja. Aku emang bukan paranormal, tapi aku bisa merasakannya, dari tulisanmu, puisimu, novelmu. Aku tahu. Masih ingatkan engkau? Kau pernah mengejek keinginan dan cita-citaku dulu. Kau mungkin benar, tapi itu hanya sepersikian persen saja.
Andri. Kini aku punya butik yang cukup lumayan. Semua itu aku dapatkan dari jualan kecil-kecilan, dari temen ketemen lainnya, sekarang aku sudah mempunya pegawai disetiap cabangku sedang butikku sudah mempunyai dua cabang.
Andri, aku yakin kau lebih berhasil dibandingkan denganku saat ini. Aku tahu itu. Kini kau sudah menjadi seorang penulis yang dikagumi pembaca setiamu diseluruh nusantara, bukankah itu cita-citamu.?
“Intan. Suatu hari nanti, dengan pena ini akan aku kuasai dunia.?” Kata-kata itu masih terngiang di telingaku. Seperti baru kemarin pagi kau katakan itu kepadaku.
“Intan. Tunggulah pada saatnya nanti. Dunia pasti bisa aku tundukkan.” Itu yang selalu kuingat tentang cita-cita dan keinginanmu.?”
Andri. Aku sangat bangga memiliki teman sepertimu. Kau mampu mengajarkanku untuk memandang hidup dengan cara yang lebih bijaksana. Kau sering berkata, kita harus mampu menjadi orang yang miskin saat kita dalam kekayaan. Dan kau juga sering berkata kita harus menjadi orang yang kaya sat kita dalam kemiskinan. Itulah yang sering aku ingat. Hingga aku menjadi seperti sekarang. Terimakasih andri.
Andri. Aku ingin mendengar kisahmu saat ini. Dari bibirmu sendiri. Sudah setahun kau tak membalas suratku. Emailku pun tak satupun yang kau balas. Aku jadi ragu. Jangan-jangan kau sudah melupakanku. Andri. Aku berharap engkau membals suratku ini.”
Intan
Kutatap kata demi kata yang aku sudah sangat hafal siapa pengirimnya. Kini sudah genap suratnya menjadi 10 buah. Tak ada satupun yang kubalas. Tapi dia tak pernah kecewa. Entahlah, setahun terakhir ini, aku tak ingin membalas suratnya lagi. Bagaiman aku mampu membalas suratnya.? Hanya suratnya yang kesepuluh ini yang membuatku kasihan. Atau sebenernya aku tengah mengasihani diriku sendiri. Entah lah..
Kusobek kertas dari sebuah buku. Aku berniat untuk membalasnya. Mungkin...
“Intan. Maafkan aku karna sudah tak pernah lagi membalas surat-surat mu. Kau salah tan. Aku kini tengah sakit. Sakit rohani. Aku tidak tahu kenapa.? Mungkin sekarang aku tengah sekarat. Intan, apa yang kau maknai dari tulisanku yang dimedia massa, ternyata itu membuatmu meyakini kalau aku baik-baik saja, namun kalau saja kau melihat keadaanku yang sebenernya. Kau akan menyesal telah berkata seperti ini.
Intan, mungkin kau pernah membaca dari surat yang kukirimkan, dalam surat itu aku menulis. “Intan, saat ini puisi-puisiku makin tak berarti. Novel-novelku tak sebaik dulu” berawal dari sanalah aku dihantui kecemasan. Padahal sebelumnya yang kurasakan saat menulis puisi adalah hal-hal yang terindah, tapi saat ini menulis puisi adalah siksaan. Siksaan yang teramat pedih. Satu kata yang kutulis seribu cambukan yang kudapatkan.
Aku merasa telah menjadi budak kata-kataku sendiri tan. Dan kini aku tak lagi menjadi pengusa kata. Kata-kata yang kubuat telah menjadi berhala buatku. Beribu penyesalan berkecamuk dalam kepalaku. Meronta. Ia ingin bebas. Sedangkan aku. Aku berhadapan dengan realitas tan! Akupun harus makan, intan kaupun pun telah menyadarinya dari awal. Aku tak mungkin sarapan puisi makan siang novel sayang nya dulu aku tak memahami apa yang kau maksudkan.
aku tersiksa tan, Meskipun orang-orang disekitarku berkata itu hal yang wajar.membuat apa yang diinginkan pembaca, tak akan membuat kita berdosa, karya-karya yang terlahir pun tak akan diprotes. Itu yang mereka katakan saat aku tengah menyesali. Tapi tan. Naruniku tak bisa untuk dibohongi. Identitasku hilang. Intan aku sekarat.
kau mungkin sudah membaca karya-karya akhir-akhir ini dibeberapa media. Itulah karya terakhirku. Aku tak bisa terus-terusan seperti ini tan.
Aku menyesal tak menikahimu dulu. Padahal kau telah mampu meyakinkan kedua orang tuamu tentang kehidupanku. Saat itu aku memang egois tan. Aku tak ingin membuat kau menderita dengan kehidupan ku yang seperti ini. Aku membayangkan kalau seandai nya aku menikah denganmu. Sepertinya cita-cita kita akan berhasil tan. Aku tak akan kehilangan jati diri dan identitasku yang dulu. Dan yang terpenting, aku tak akan kehilangan dirimu. Sayang dulu pikiran itu tak muncul. Ya selalu saja. Yang namanya penyesalan selalu datangnya belakangan. Tapi sudahlah, penyesalan tak akan membuat segalanya menjadi lebih baik.
Intan. Ini balasan suratku, ini juga yang akan menjadi surat terakhirku untukmu, mulai detik ini, anggap aja aku sudah mati, jangan pernah bermimpi kamu akan melihat namaku lagi terpampang dimedia masa lagi. Tan kau akan menjadi orang terkahir yang membaca tuisan ku.
Kau tak akan pernah lekang dari ingatanku tan. Maafkan aku seandainya banyak kata-kata yang membuatmu terluka.
Andri...
Lega rasanya setelah aku menyelesaikan tulisan balasanku untuk intan. Dan setelah kubaca sekali lagi dan yakin bahwa tak ada lagi kesalahan. Kulipat kertas itu lalu memasukkan kedalam amplop. Mungkin besok aku akan mengirimkan surat ini.
Mulai besok aku akan melupakan segala cita-citaku. Besok aku akan memulai hidup baru. Seorang teman telah menawariku untuk berkerja ditokonya.
“Intan. Aku tak ingin lagi bermimpi disiang hari.”
Gimana temen-temen semua ceritanya. Apakah ber
Khasiat untuk menghibur kalian semua.? sherkan ya kalalu anda tertarik...