Life Must Go On
For All Reader RemajaXsis, Ada kiriman cerpen lagi nie. Masih ingat kan cerpen Remaja Terbaru “She Is My Beiby?”. Nah cerpen ini masih kiriman dari orang yang sama. Merya, Kali ini Judulnya Life Must Go on. Bagaimana jalan ceritanya?. Silahkan langsung di simak. Oh ya, bagi yang ingin membaca karya Merya lebih banyak lagi bisa langsung mengunjungi blognya langsung di “Star Night’s Blog”. Happy Reading.
Kadang kita baru menyadari betapa berharganya sesuatu justru setelah kita kehilangannya.
Setengah berlari Nadira menuju kekelasnya. Diliriknya jam yang melinkar di tangan. Pukul 07:10. Jika dalam 5 menit ia masih belum mencapai tujuannya bisa di pastikan ia pasti akan terlambat.
Saat ia sampai di tangga lantai kelasnya karena kebetulan kelasnya ada di lantai dua, langkahnya terhenti. Tampak seseorang yang duduk disana. Walau sama sekali tak mengenalnya, Nadira tetap menghampirinya.
“Hei, apa yang kau lakukan di sini. Sebentar lagi kan masuk kelas. Kenapa kau malah nyantai di sini” Tanya Nadira heran.
Sosok yang di tanya sontak menoleh. Tapi hanya sekilas sebelum kembali terdiam dengan tatapan kosong. Membuat Nadira diam – diam merasa merinding. Ia sama sekali tidak mengenali orang itu. Melihatnya juga baru kali ini. Dari sifatnya yang terlihat dingin jangan – jangan dia hantu penghuni tangga sekolahnya yang memang terkenal. Tanpa sadar Nadira merasa merinding.
“Aku bukan hantu” ujar orang itu Seolah bisa membaca apa yang di pikirkan oleh Nadira membuat Nadira hanya bisa tersenyum tak enak.
“Kalau kau bukan hantu kenapa kau tidak masuk kekelas. Bukannya sebentar lagi kelas akan di mulai. Eh malah bengong. Entar kesambet hantu beneran baru tau”.
“Bukan urusanmu” Selesai berkata orang itu segera berlalu. Meninggalkan Nadira dengan tampang Cengonya. Merasa heran, tapi hanya beberapa saat karena begitu menyadari waktu yang terus berlalu Nadira segera berlari kekalasnya. Dan ia menyadari satu hal, ia sudah pasti terlambat.
Cerpen Sedih : Life Must Go On
“Nadira tumben tadi pagi kamu terlambat” Tanya Aliya, teman dekatnya saat berada di kantin. Kebetulan saat itu memang jam istirahat.
“Aku bangun kesiangan. Mana nggak sempet sarapan lagi. Hufh laper” Balas Nadira cuek sambil melahap miso pesanannya.
“Makanya jangan suka bergadang kalau malam”.
“aku bukan bergadang. Tapi kalau sedang berhadapan dengan laptop untuk menulis cerpen kadang memang suka lupa waktu”.
“Sama saja. Lagian kamu menulis juga hanya di jadikan draft di komputer. Itu namanya pekerjaan yang sia – sia tau” Nasihat Aliya.
Mendengar nasihat sahabatnya barusan sontak membuat Nadira menghentikan suapannya. Di tatapnya wajah sahabatnya itu beberapa saat sebelum mulutnya berujar.
“Denger ya, di dunia ini menurut aku nggak ada yan sia-sia. Yang ada hanya usaha” Balas Nadira, Alya hanya angkat bahu. Sama sekali tidak membantah namun juga tidak membenarkan. Menurutnya setiap orang berhak punya pendapat masing – masing. Dan menurutnya tetap, menulis adalah hal yang sia – sia.
“Eh aliya, kamu tau nggak dia siapa?” tanya Nadira saat matanya mendapati sosok yang melangkah masuk menuju kekantin. Aliya segera mengikuti arah terlunjuk nari dengan pandangannya.
“Oh dia?. Steven. Temen sekelas ku. Kenapa sama dia?”.
“Nggak kenapa – napa si. Dia berandalan ya?”.
“Ya enggak lah. Dia itu anaknya aktif lagi. Setiap kegiatan ekstra kuli kuler di sekolah kita dia pasti ikut. Selain itu dia juga selalu berprestarii. Hanya saja sejak beberapa minggu ini tu anak jadi rada aneh. Kita juga nggak tau. Yang jelas dia jadi lebih sering terlihat murung. Tapi dia orangnya baik kok, hanya kenapa kau malah mengira dia berandalan”.
“Oh itu, tadi aku lihat dia bolos. Bukannya masuk kelas eh malah merenung di tangga kayak cewek abis di putusin”.
“Nah itu juga yang bikin bingung. Kita semua juga heran ada apa dengannya. Sekarang dia juga jutek terus cuek. Kalau di nasehatin sama sekali nggak di dengerin.
Nadira mengangguk – angguk mendengarnya. Mulutnya sama sekali tak berucap. Hanya saja matanya masih terus menatap kearah anak yang katanya bernama Steven yang tampak duduk diam tanpa menyentuh sedikit pun makanan yang sudah di pesannya. Ada apa dengan anak itu?. Pikir Nadira heran.
Cerpen Sedih : Life Must Go On
Sepulang sekolah Nadira segera menuju kerumah sakit. Hari ini jadwalnya chek up. Saat sampai ruangan yang di tuju tak sengaja ia mendapati siluet sosok yang di kenalnya. Otaknya di paksa bekerja ekstra untuk mengingat. Setelah beberapa saat barulah ia sadar, dia kan Steven. Untuk apa dia berurusan dengan rumah sakit bahkan berurusan dengan dokter...... kangker?.
Baiklah, menguping bukan hal yang baik. Tapi ia benar – benar merasa penasaran. Kalau memang anak itu dulu terkenal aktif namun tiba – tiba pasif munkinkah ini ada hubungannya?.
Dan dari apa yang ia dengar barusan benar – benar membuatnya terkejut. Orang itu, si Steven maksudnya ternyata mengidap kangker hati?. Dan dengan cepat ia bersembunyi saat mendapati pintu ruangan dokter itu terbuka. Tampaklah wajah pucat Steven yang melangkah dengan tatapan kosongnya.
Walau sedikit ragu akhirnya Nadira benar – benar membatalkan niat untuk menemui dokternya. Ia masih bisa melakukannya besok. Saat ini justru ia malah tertarik untuk mengikuti Steven yang entah kenapa tiba – tiba menarik perhatiannya. Dan ia jadi bingung sendiri. Antara menghampirinya langsung atau berlalu pulang saja saat mendapati Steven duduk diam di taman. Toh itu bukan uruasannya.
Tapi saat ia berbalik, justru hatinya malah memerintahkan untuk langsung menghampiri. Walau itu bukan urusannya tapi saat seseorang membutuhkan bantuan ia wajib membantu bukan.
“Ehem, permisi aku boleh duduk di sini nggak?” tanya Nadira hati – hati. Steven hanya menoleh sekilas. Sama sekali tidak menjawab. Jelas terlihat acuh tak acuh. Membuat Nadira mati gaya namun tak urung tetap mendaratkan tubuhnya di samping orang itu.
“Oh ya, mohon maaf sebelumnya. Tadi sebenernya aku nggak sengaja mendengar pembicaan mu dengan dokter soal penyakitmu itu” Kata Nadira lirih sambil menunduk. Mendengar hal itu Steven sontak menoleh. Menatap tajam kearah Nadira yang sama sekali tidak berani menatapnya.
“Itu bukan urusan mu. Jadi jangan berusah untuk mencampurinya” Kata Steven kasar dan tegas. Kemudian bangkit berdiri meninggalkan Nadira yang duduk terpaku. Merasa bingung dengan apa yang harus di lakukannya.
Cerpen Sedih : Life Must Go On
Saat istriahat Nadira segera melangkahkan kakinya menuju kekelas Aliya, tetangganya yang memang beda kelas. Tapi Kali ini bukan untuk menemui gadis itu seperti biasa. Ia ingin bertemu dengan Steven. Semalaman ia sudah memikirkannya. Ia sudah memutuskan untuk menemui orang itu.
Sebelum ia sampai tempat yang di tuju, matanya sudah terlebih dahulu menemukan sosok yang di carinya sedang melangkah menginggalkan kelas. Tanpa berpikir panjang Nira segera mengikutinya. Ternyata Steven menuju ke taman belakang sekolah.
“Berhentilah mengikuti ku” suara dingin dari mulut Steven sontak mengagetkan Nadira yang sedari tadi bersembunyi di belakang pagar bunga. Dari tadi ia masih ragu antara menghampiri atau membatalkan niatanya. Tapi berhubung sudah ketahuan akhirnya ia keluar dari persembunyiannya dengan senyuman kaku.
“Maaf. Aku tidak berniat mengikuti mu” Kata Nadira sambil berjalan menghampiri Steven.
“Walau tidak berniat tetap saja kau ikuti. Sebenernya apa mau mu?”.
“Ehem, soal kemaren. Kau tidak seharusnya putus asa begitu”.
“Apa maksudmu dengan putus asa. Lagi pula ini bukan urusan mu”.
“Baiklah, ini memang bukan urusan ku. Tapi melihat mu tak memiliki semangat hidup aku jadi merasa....”,
“Aku tidak perlu di kasihani” Potong Steven sebelum Nadira sempat menyelesaikan ucapannya. “Dan kau, berhentilah menganggu ku”.
“Aku tidak berniat untuk menganggu. Hanya saja, kau masih muda. Jalan hidupmu masih pandang. Tapi Kenapa begitu gampang untuk menyerah”.
“Heh.... jalan hidup ku masih panjang?” tanya Steven sambil mencibir. “Kau sendiri yang bilang kalau kau sudah menguping pembicaraan ku dengan dokter kemaren. Lantas kenapa kau malah berkata seolah – olah hidupku masih lama”.
“Tapi aku juga mendengar kalau kau masih memiliki kesempatan untuk hidup. Asal...”.
“Asal ada orang yang mau mendonorkan hatinya untuk ku. Kau tau, Cuma orang bodoh yang akan melakukannya”.
“Tapi setidaknya kau masih punya harapan”.
“Dan aku tidak ingin berharap” Lagi – lagi Steven memotong dengan cepat.
“Kenapa?” tanya Nadira heran.
“Kenapa?. Karena di saat aku berharap dan berdoa untuk hidup pada saat yang bersamaan aku juga berharap ada orang yang mati. Orang yang masih hidup tidak bisa mendonorkan hatinya. Dan aku belum sejahat itu untuk mendoakan kematian orang lain”.
Selesai berkata Steven segera berlalu menginggalkan Nadira dengan kebisuannya.
Cerpen Sedih : Life Must Go On
“Dokter, aku sudah mengikuti semua saran mu. Tapi kali ini giliran aku yang meminta nya. Aku mohon dokter. Aku mohon dengan sangat”.
“Tapi...”
“Anggap saja ini permintaan ku yang terakhir” Potong Nadira sebelum dokter nya sempat menyelesaikan ucapnnya. Membuat dokter muda yang sudah merawatnya selama 6 bulan terakhir mengangguk lemah. Sebuah senyum merekah di bibir Nadira sebelum kemudian ia berlalu pamit.
Begitu keluar dari ruangan dokter, Nadira tidak langsung pulang. Ia memilih untuk melihat – lihat sekeliling rumah sakit. Tak sengaja matanya mendapati sosok wajah Steven yang juga baru keluar dari ruangan dokter yang merawatnya. Tanpa pikir panjang di hampirinya orang itu dengan senyuman yang selalu menghiasi bibirnya.
“Hei, kau baru habis chek up kan?. Bagaimana hasilnya?” tanya Nadira sambil mensejajarkan langkahnya dengan Steven yang hanya menoleh sekilas.
“Selalu lebih buruk. Harusnya aku tau kalau kesini adalah hal yang sia – sia”
Mendengar kalimat yang keluar dari mulut Steven barusan sontak membuat Nadira mendongak. Ia segera berjalan cepat dan berdiri tepat di depan Steven, membuat nya menghentikan langkah dan menatapn heran.
“Ada apa?” tanya Steven dengan kening berkerut.
“Kau tau, di dunia ini tidak ada yang sia – sia yang ada hanya usaha. Kau bukan melakukan hal yang sia – sia dengan tetap chek up ke dokter. Kau hanya sedang berusaha untuk tetap bertahan agar bisa hidup lebih lama. Seharusnya kau bersukur kau masih di beri kesempatan untuk hidup. Bukan malah mengeluhkannya ketika kau sakit”.
“ Untuk apa tuhan memberi aku hidup kalau pada akhirnya juga aku harus mati lebih cepat”.
“Kau kan belum mati”.
“Tetap saja aku akan mati”
“Semua yang hidup pasti akan mati. Hanya tinggal menunggu waktunya tiba. Kita tidak tau kapan waktu itu sampai. Tapi selama kita masih hidup tetap berlaku lah layaknya orang hidup”.
“Kau mengatakan itu karena kau tidak bisa merasa berada dalam posisiku”.
“Aku bisa. Aku berani menjamin aku bisa merasakan bagaimana rasanya” balas Nadira lirih namun tegas.
“Oh ya?” Kata Steven mencibir.
“Apa kau benar- benar tau bagaimana rasanya ketika kau sudah berbuat baik. Kau rajin sholat, kau tidak pernah membantah kedua orang tuamu. Kau tidak pernah berhura – hura dengan masa muda mu. Namun justru kau malah di berikan sakit kangker sebagai balasan?” tanya Steven terlihat emosi.
“Aku tau” Balas Nadira tetap menunduk. Tapi justru malah membuat emosi Steven semakin naik.
“Kalau begitu apa kau juga tau alasan Tuhan menurutkan pernyakitnya padaku?” tanya Steven atau munkin lebih tepat jika di sebut sebagai keluhannya.
“Mungkin tuhan berharap dengan di berikan nya sakit mungkin kau jadi bisa mengerti betapa berharganya kesehatan. ”.
“Omong kosong. Aku sama sekali tidak ingin mendengar penjelasan konyolmu ”.
“Percayalah, Tuhan selalu memberikan apa yang kau butuhkan bukan apa yang kau inginkan” Kata Nadira lirih namun masih mampu didengar oleh Steven yang mulai melangkah menjauh.
Cerpen Sedih : Life Must Go On
Steven benar – benar tak menyangka kalau operasinya akan di lakukan hari ini juga. Bukan hanya dia tapi juga kedua orang tuanya merasa kaget saat dokter mengabarkan bahwa sudah ada donor hati untuknya. Namun operasi nya harus segera di lakukan. Untung lah semuanya berjalan lancar. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa ia masih di beri kesempatan untuk hidup.
Selesai operasi ia masih harus di rawat di rumah sakit. Setiap hari teman – temannya selalu datang menjenguknya silih berganti. Merasa kaget mendengar kabar tentang penyakitnya sekaligus mereka merasa bersalah karena justru baru menyadarinya setelah kondisinya membaik.
Sambil terus melangkah Steven menatap sekeliling rumah sakit. Sudah hampir lebih dari dua minggu ia di rawat. Lukanya juga sudah mulai mengering. Ia sudah boleh meninggalkan kamarnya tapi masih belum di izinkan untuk pulang. Karena itu ia memutuskan untuk berjalan – jalan.
Mata Steven masih terus meneliti sekeliling. Entah kenapa ia berharap bertemu dengan gadis aneh yang pernah ia temui beberapa kali di rumah sakit. Tapi selama ia dirawat kenapa gadis itu tidak menunjukan wujudnya. Bahkan seingatnya kalau tidak salah gadis itu juga satu sekolah dengannya tapi kenapa saat banyak teman – temannya yang berkunjung justru ia malah tidak ikut bersamanya. Bukannya dulu dia yang terlalu antusias menasehati agar ia tetap bersemangat dalam hidup.
Saat melewati ruangan dokter Aldy, dokter yang merawatnya selama ini tanpa pikir panjang ia segera menghampiri nya. Ia merasa penasaran dengan orang yang telah mendonorkan hatinya.
“Yang mendonorkan hati nya untuk mu adalah pasien ku juga. Dia mengidap kangker otak. Dan saat itu oprasinya gagal. Hanya saja sebelum di opersi di meminta untuk mendonorkan hatinya untuk mu”.
“Untuk ku?. Dari mana ia tau kalau aku membutuhkan donor hati?”.
“Dia berkata kalau kau sahabatnya?”.
“Apa?. Sahabatnya?. Memangnya siapa dia?”.
“Namanya Nadira. Gadis yang selalu ceria dan memiliki hati yang sangat mulia. Namun entah kenapa Tuhan justru malah mengambil nya kemabli kesisinya dengan labih cepat. Padahal ia masih sangat muda. Sepertinya Tuhan benar – benar lebih menyayanginya.” balsa dokter Aldy.
Steven terdiam. Mencoba mengingat – ingat siapa orang yang dimaksud dengan ‘sahabatnya’. Seingatnya ia tidak memiliki kenalan bernama Nadira. Tapi ia juga tidak munkin berkata pada Dokter Aldy yang terlihat sedih saat membicarakan gadis itu sehingga ia hanya bisa berbasa – basi sedikit sebelum kemudian berlalu pergi.
Setelah sebulan akhirnya Steven bisa kembali masuk sekolah. Teman – temannya menyambutnya dengan gembira. Hari pertama berlalu dengan begitu saja, namun ada yang aneh kenapa Steven masih tidak pernah bertemu dengan ‘gadis sok bijak’ yang dulu sering di temuinya.
Hari kedua dan ketiga, Steven masih biasa – biasa saja. Tapi setelah semingu berlalu ia jadi mulai merasa penasaran. Bahkan ia sudah sering sengaja mengelilingi sekolah untuk mencari gadis itu. Tapi sepertinya anak itu sudah hilang di telan bumi. Saat ia masuk kekelasnya barulah ia teringat kalau tidak salah gadis itu pernah terlihat dekat dengan teman sekelasnya. Alya. Tanpa pikir panjang di hampirinya gadis itu. Walau sedikit gengsi untuk bertanya tapi sepertinya rasa penasaran lebih tinggi .
Setelah sedikit berbasa-basi akhirnya Steven mengemukakan maksudnya. Dan merasa sedikit heran saat mendapati wajah Alya yang justru malah terlihat sedih.
“Oh sahabat ku yang itu. Dia memang sahabat ku yang terbaik. Hanya saja aku tidak menyangka kalau umurnya hanya sependek itu” Kata Alya tanpa mampu menahan air mata yang tiba – tiba menetes dengan sendirinya.
“Kalau boleh tau kapan dan kenapa dia bisa meninggal”.
“Pada hari yang sama dengan hari dimana kamu di operasi. Karena kangker otak. Dan kita semua juga tau kalau dia sakit itu justru setelah pemakamannya. Jujur saja aku kaget. Kenapa dia tidak pernah menceritkannya” kata Alya sambil menyeka air matanya.
Mendengar kabar barusan entah mengapa membuat darah Steven serasa berhenti mengalir, jantungnya juga terasa seperti berhenti berdetak. Tiba – tiba ia merasa firasat buruk Dengan terbata ia kembali bertanya. Berharap bukan jawaban seperti yang ia pikirkan.
“Siapa namanya?. Gadis itu, siapa nama sahabatmu?”.
“Nadira. Nadira sagita riani”.
Steven langsung jatuh terduduk mendengarnya. Lututnya benar – benar tak mampu menahan berat tubuhnya. Gadis itu, jadi gadis itu yang telah menyelamatkan nyawanya. Satu per satu ingatannya kembali terulang tentang semuanya. Tentang pertemuan nya yang tak sengaja, tentang perasaan gadis itu yang mengatakan tau mengenai perasaannya dan tentang ucapan terakhinya.
“Tuhan Selalu memberikan apa yang kau butuhkan, bukan apa yang kau inginkan”.
Gadis itu sudah membuktiannya. Bahwa ia tidak pernah mengingikan nasihat darinya karena yang ia butuhkan justru hatinya. Hati yang kini bersemayan didadanya. Airmata kini ikut mengalir dari matanya.
Benarkah bahwa kita baru bisa menyadari betapa berartinya seseorang justru setelah kita kehilangannya?.
End