Oke para sahabat semua kali ini
remajaxsis Akan mempostingkan tulisan kiriman dari ade
Mia mulyani, Yang isi nya masih dari lanjutan
Penyesalan selalu di akhir part 3 Nggak usah panjang panjang dech ya basa basi nya, Langsung aja yuk, Kisah selengkap nya...
Penyesalan selalu di akhir part 3
***
Vita menunggu teman-temannya, di meja kantin, karena hari ini ia sendiran, Aurel belum keluar dari kalasnya karena nggax sekelas, Vita juga nggax tau kenapa, sementara Icha? dia belum selesai mengerjakan ulangan yang di berikan pak aldo.
"hei, sendirian aja?" tanya Haviz yang nggax tau kapan datangnya, dan duduk di samping Vita.
"he-eh" jawab Vita sambil tersenyum ke arah Haviz, cowok yang sangat di sukainya.
"Aurel mana?" tanya Haviz lagi, dan membuat Vita menghentikan senyumannya lalu meminum air minumnya untuk menenangkan dirinya.
"belum keluar" jawabnya singkat.
"kenapa?" tanya Haviz, Vita hanya mengangkat bahunya tanda nggax tau "kalau Icha?" tanyanya.
"masih di kelas, dia belum selesai ngerjain ulangan" jawab Vita.
"emmm, gimana sama..."
"salam loe?" potong Vita, Haviz langsung mengangguk "tenang aja, udah gue sampein kok, dan dia seneng banget" jawabnya dengan menahan rasa sebel yang tiba-tiba muncul karena Haviz langsung tersenyum mendengar jawabannya.
"dia bilang apa?" tanya Haviz dengan semangat.
"yaa dia seneng banget, juga kirim salam balik 'loe tambah keren' katanya..." jawab Vita.
"waw, reaksinya?" tanya Haviz, yang lebih menharap dapat melihat keanehan dalam diri Vita, tapi sepertinya nggax berhasil karena Vita bisa menyembunyikan perasaannya, Vita berusaha untuk tersenyum agar Haviz tidak mengetahuinya.
"yaaa dia seneng, pokoknya seneng banget deh" jawab Vita.
"lalu, perasaan loe?..."
"apa?! perasaan gue?" tanya Vita bingung.
"eh, nggax. maksud gue... emmm, pesenan, bukan perasaan. loe salah denger kali, gue nanya lalu pesenan loe apa?" ralat Haviz gugup.
"pesenanan????"
"ia, loe mau pesen apa, biar gue yang pesenin, atau loe seperti biasanya, mi so sama seperti gue?" tanya Haviz mengalih kan pembicaraan.
"emmm, okey, nggax masalah" jawab Vita sambil tersenyum meski masih sedikit bingung.
"e ya udah, bentar ea, gue pesen dulu..." kata Haviz dan beranjak meninggalkan Vita sendiri, yang tambah bingung melihat kelakukannya.
"aduuuh sumpah bingung banget..." kata seseorang yang baru datang, dan langsung duduk di samping Vita, Vita menoleh.
"lho cha, gimana sama ulangan loe kali ini? sukses?" tanya Vita.
"sukses apaan? yang ada itu ancur tau nggax. gagal total. elo sih nggax mau bantuin gue..."
"yaaah, kan loe tadi lihat sendiri, pak aldo langsung meminta kertas jawaban gue dan meminta gue keluar duluan setelah mengetahui gue udah selesai, padahal baru aja gue nutup pena ..."
"emang ya tu orang, matanya kemana-mana lihat aja, mana soalnya susah banget lagi" kata Icha dengan sebel.
"udah lah, jangan di fikir lagi, ntar loe jadi makin pusing..."
"heemmmm, eh elo sendirian aja nih?" tanya Icha.
"nggax ah, gue sama Haviz" jawan Vita sambil tersenyum.
"Haviz? mana orangnya?" tanya Icha sambil celingukan.
"lagi pesen makanan" jawab Vita, sambil menyeruput es nya.
"elo suka sama Haviz ea?" tanya Icha tiba-tiba yang tentu saja mengagetkan Vita.
"uhuk... uhuk..." Vita langsung tersedak.
"eh Vit, loe kanapa?" tanya Icha khawatir.
"emmm, gue nggax apa-apa kok" jawab Vita, dan mengambil tissue untuk mengelap mulutnya yang basah "emmm, siapa bilang gue suka sama Haviz" kilah Vita.
"lho, semuanya udah bisa melihat kaleee, loe itu memandang Haviz dengan cara yang berbeda, dan pastinya pandangan gue bener donk"
"gue... gue nggax kok..."
"ya elah, hari gini masih ngebohong sama gue, ya nggax bisa lah non, udah loe ngaku aja... lagian sejak kapan sih, di antara kita ada rahasia-rahasiaan seperti ini..." kata Icha, dan Vita langsung terdiam.
"Aurel suka sama Haviz" jawab Vita sambil menunduk sedih.
"jadi?!"
"ya nggax mungkin donk gue menyakitinya..."
"cinta itu kan nggax ada di paksain, jadi loe nggax salah kalau suka sama Haviz" kata Icha.
"tapi, gue nggax mau melukai sahabat gue sendiri, dia pasti bakal sedih... dan..."
"kenapa? belum tentu kan Haviz suka sama Aurel, yaaa bisa aja dia suka sama loe..."
"sayangnya Haviz sukanya sama Aurel, dan gue nggax bisa berbuat apa-apa lagi, mereka saling menyukai gue nggax mungkin merusaknya"
"yaaa kali aja mereka cuma deket, nggax beneran suka. cuma sesama temen aja"
"apa ada temen yang seperti mereka, kemaren Haviz kirim salam sama Aurel dan Aurel juga melakukan hal yang sama"
"dari mana loe tau, kali aja itu cuma gosip"
"ya tau lah, dan itu nggax mungin cuma gosip, orang mereka membuat gue yang jadi pos nya"
"pos?! maksud loe..."
"mereka minta tolong gue untuk menyampaikannya, jadi itu bukan gosip lagi..."
"atau nggax mereka sengaja membuat ini, hanya untuk membuat elo cemburu, and mengaku kalau loe suka sama Haviz"
"apa untungnya buat mereka, lagian itu nggax mungkin, Haviz nggax pernah menunjukkan kalau dia suka sama gue, dan elo jangan membuat gue penuh berharap" kata Vita.
"kenapa loe nggax coba memberi tau Haviz aja"
"gila loe, gue nggax mungkin mengakuinya, kan Aurel itu sahabat gue sendiri, gue nggax mungkin tega menyakitinya, lagian kalau memang mereka cuma mau mengetahui kalau gue suka sama Haviz, kan gampang banget, tinggal mereka tanya sama loe"
"tanya sama gue?" Icha bingung.
"ia, tanya sama loe, loe kan pinter, tau apa yang sebenernya terjadi, padahal gue nggax pernah bilang sama siapa pun kalau gue suka sama Haviz, tapi elo bisa tau"
"jadi loe beneran suka sama Haviz?" tanya Icha kaget.
"elo nggax tau..." Vita kaget, Icha langsung menggeleng "tapi tadi..."
"gue cuma ngasal aja"
"jadi loe beneran nggax tau?" Vita makin kaget, Icha menggeleng yang membuat Vita jadi sebel.
"kalau loe suka kenapa nggax bilang aja ke orangnya langsung"
"diem loe" Vita sewot
"lho kok jadi sewot sih?" tanya Icha heran, Vita langsung berdiri dan siap mau pergi karena sebel and malu, tapi..."
"Vit, Vit... Vita... tunggu" kata Haviz yang baru datang dengan nampan di tangan dan langsung menahan Vita "loe mau kemana?" tanyanya setelah meletakkan nampan diatas meja.
"kelas" jawab Vita cuek.
"lho kok kelas sih? gue kan baru pesenin loe makanan, dan elo belum makan apa-apa masa' udah mau pergi sih..."
"ya karena gue nggax laper,..."
"jadi ini makanannya..."
"loe makan aja sendiri, atau loe kasi Aurel tuh, kalau nggax Icha kan ada" jawab Vita makin sewot dan terus melangkah meninggalkan cantine, yang membuat Haviz jadi bingung.
"kenapa dia?" tanya Haviz sambil duduk di samping Icha.
"tau... mungkin cemburu, eh ini buat gue kan... gue laper banget nih" kata Icha dan mengambil semangkok mi so di depan Haviz.
"cemburu?" tanya Haviz kaget "sama siapa?"
"elo and Aurel kale..." jawab Icha dan menambahkan saus ke mangkok mi so nya, juga kicap serta sambal.
"beneran loe?" Haviz jadi semangat.
"yeee gue bilang kan tadi mungkin, ya itu kali aja, nggax tau deh bener apa enggaknya" kata Icha dan menikmati makanannya.
"ooh..." balas Haviz lemes, dan memakan mi so nya yang terasa hambar (ya iya lah kan tadi belum di kasi apa-apa).
@@@@@@@@@@@@@@@@@
Setiap hari Vita harus menahan kesedihannya, ia harus melihat kedekatan Haviz dan Aurel sahabatnya sendiri, apalagi setiap pagi Haviz selalu kirim salam sama Aurel setiap istirahat Aurel dan Haviz makin deket dan setiap pulang Haviz selalu titip salam buat Aurel, Vita nggax tau harus malakukan apa kalau seperti ini caranya.
Di satu sisi ia merasa sedih melihat kedekatan Aurel dan Haviz, tapi di sisi lain ia juga nggax mau melihat orang yang ia sayangi itu sedih, seandainya ia mengaku kalau ia mencintai Haviz, Vita nggax mungkin nolak untuk menyampaikan salam itu, karena mereka sama-sama orang yang Vita sayangi, yang satu temen yang satu lagi cowok yang di sukai, jadi Vita nggax bisa berbuat apa-apa.
Hanya saja setiap hari Vita menangis di toilet untuk menenangkan dirinya, ia nggax bisa berbuat apa-apa lagi, apalagi mengatakan yang sebenernya, ia rela melakukan apa pun asal orang-orang yang ia sukai bahagia, meskipun itu sangat menyakitkan buatnya sendiri.
"Tuhan... apa mencintai itu emang semenyakitkan ini..." kata Vita di depan cermin toilet, kali ini ia kabur lagi dari kantin, karena ada Haviz dan Aurel, dan ini udah entah ke berapa kalinya ia melakukan kabur-kaburan seperti ini, tapi dari pada ia menangis di depan mereka.
"gue nggax sanggup kalau harus seprti ini setiap hari... gue juga manusia yang punya perasaan, apa yang harus gue lakuin kalau kayak gini caranya... apa gue harus melupakan Haviz? tapi gimana caranya, karena semakin gue mencoba untuk melupakan Haviz selalu aja cinta itu makin tumbuh dan membuat gue sakit sendiri,...
"gue nggax boleh egois, mereka saling menyukai... tapi gue... gue nggax boleh suka sama Haviz, kenapa sih perasaan ini harus ada buat Haviz, kenapa nggax sama cowok lain aja, tapi sepertinya mereka belum pacaran...
"mereka belum pacaran aja gue udah sesedih ini, gimana kalau mereka sempet pacaran, apa gue masih sanggup untuk hidup, gue nggax bisa menahan perasaan ini lebih lama lagi, gue nggax bisa.... gue bener-bener mencintai Haviz..." tanpa sadar air mata Vita mengalir membasahi pipinya.
"Tuhan... apa Haviz jodoh gue? atau... bukan. gue sangat mencintai Haviz... tapi gue juga nggax bisa menyakiti orang yang gue sayangi, jadi... gue rela mengorbankan apa pun demi orang yang gue sukai, termasuk mengorbankan perasaan gue sendiri...
"Tapi, gue juga nggax bisa hidup dengan benar kalau harus seperti ini setiap hari, kalau bener Haviz itu jodoh gue, jadikan lah ia jodoh gue yang nggax menyakiti siapapun, dan kalau Haviz bukan jodoh gue... gue rela melepaskannya, walau itu membuat gue nggax bisa hidup lagi, jadi gue rela mati kalau Haviz bukan jodoh gue...
"gue tau, gue nggax bisa memaksakan takdir, tapi kalau bener Haviz bukan jodoh gue, gue lebih rela kalau gue mati, pasti nggax bakal ada yang kecewa dan sedih, karena kalau gue hidup pun pasti bakal menyakiti diri gue sendiri dan orang-orang yang gue sayangi dan gue nggax mau itu...
"Haviz, kalau loe emang mencintai Aurel, pilihan loe tepat kok, dan gue... gue pasti bakal mundur, dan meninggalkan kalian, apa pun yang terjadi... gue janji sama kalian... Tuhan, seandainya... gue nggax bisa mendapatkan Haviz... gue minta satu hal, tolong, berikan kebahagiaan buat mereka, gue rela menderita dan pergi dari kehidupan mereka untuk selama-lamanya asal kebahagiaan mereka jaminannya..." kata Vita dan mengusap air matanya.
Vita membasuh mukanya dengan air, agar nggax kelihatan kalau ia habis nangis, lalu mengeringkan wajahnya dan melangkah meinggalkan toliet, begitu Vita keluar, tiba-tiba ada yang keluar dari persembunyiannya, dan berdiri di mana Vita tadi berdiri.
Icha mengusap air matanya yang tanpa ia sadari telah membasahi pipinya, ia mendengar semua yang di katakan Vita, dan mengetahui apa yang terjadi tapi sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa.
"Maafin gue Vit, padahal gue ini temen loe, tapi gue sama sekali nggax bisa membantu elo, gue bener-bener nggax bisa, elo dan Aurel sama-sama sahabat gue, jadi gue nggax bisa pilih kasih, gue harus membela kalian... jadi gue bener-bener nggax bisa membantu elo...
"elo emang temen yang baik banget, loe rela menderita dari pada orang lain, gue tau ini pasti berat banget buat loe, tapi loe tetap menjHavizinya, bahkan loe lebih mementingkan kebahagiaan orang lain dari pada loe sendiri...
"kapan loe memikirkan diri loe sendiri Vit, Tuhan... buat Vita bahagia... gue nggax bisa membantunya kali ini, jadi gue mohon bantu dia, buat melewati semua ini... izinkan dia untuk bahagia... orang seperti Vita, nggax pantas untuk menderita lebih lama...
"gue percaya kau pasti tau segHavizya... dan tau apa yang terbaik buat Vita dan yang lainnya, kalau seandainya Haviz bukan jodohnya, bantu dia melewati ini semua... gue nggax sanggup kalau harus melihat orang yang gue sayang setiap hari menderita seperti ini..." kata Icha sendiri, lalu menghapun air matanya dengan sedih.
Bersambung...
..
Sahabat, And lagi dulu yea,,,
Bio data penulis,,
Nama :Mia mulyani,
Facebook:
Mia mulyani
Hobby "Membaca and menulis