Buat sahabat semua yang udah nggak sabar menunggu lanjutan cerpen sedih derita dirly, tenang aja. Kali ini
Remajaxsis akan mempostingkan last episode. Oke nggak usah panjang-panjang basa-basinya. Langsung aja yuk... Go. . .
Derita dirly bagian dua.
Dirly langsung berlari untuk melanjutkan perjalanannya menuju tempat yang biasanya selalu memberikannya rupiah demi rupiah. Keringat udah mengalir dengan derasnya. Keluar dari lubang pori-pori kulitnya. Terus mengalir membasahi pakaiannya yang usang dan kedodoran,pakaian bekas bapaknya yang memang selalu melekat dibadannya. Matanya jelalatan kekanan dan kekiri untuk mencari bis sudah ramai dipenuhi penumpang. Karna semakin banyak penumpang disebuah bis, akan semakin besar juga kemungkinannya untuk mendapatkan rupiah demi rupiah yang agak mendingan.
Senyum langsung menghiasi bibirnya, saat dilihatnya sebuah bis yang telah sarat dengan penumpang, berjalan dengan pelan keluar dari terminal pulo gadung. Walaupun bis itu sudah sesak dipenuhi penumpang hingga banyak yang nggak kebagian tempat duduk, hingga harus rela berdiri dengan desak-desakan untuk sampai ketempat tujuan. Tapi masih tetep aja terdengar suara kondektur itu yang masih meneriakkan tempat tujuannya. Kenapa para sopir-sopir, kondektur-kondetor itu tak pernah memikirkan keselamatan dan kenyamanan penumpangnya.??? Jelas-jelas bis yang penuh sesak seperti itu, rawan terhadap pencopetan, dan bahkan pelecehan.? Dengan sepenuh tenaga dirly berlari menyusul, dan melompat masuk kedalam bis. Ketika tiba-tiba ada sebuah kaki yang menghadang gerakannya dan langsung membuatnya terlempar dari bis itu. Berguling-guling diatas aspal yang keras. Membuat tubuhnya langsung luka-luka. Belum sepenuhnya sadar apa yang sebenernya terjadi, dari pintu bis yang tadi sempet dilompatinya nongol sebuah kepala. Kepala milik kondektur bis itu.
“Heh bocah rencek.! Udah nggak ada tempat buat loe disini.!!!” Hardik kondektur bis itu. Hingga akhirnya hilang disebalik tikungan.
Dengan tertatih-tatih, dirly bangun dan duduk ditrotoar. Badannya terasa sakit, dan penuh luka karna ditendang sama kondektur bis itu hingga dirinya jatuh dan berguling-guling diaspal. Hati dirly terasa nyalang. Kenapa.? Kenapa disaat diri nya terluka begini tak ada satu orang pun yang sudi menolongnya. Dari pejalan kaki, tukang bakso, tukang ojek. Dan bahkan saat sorang petugas kepolisian yang lewat, dia juga hanya sebatas memandang kearah dirly. Tanpa ada niat sedikitpun dihatinya untuk menlong. Kenapa.? Bukankan tugas polisi itu untuk mengayomi dan melindungi masyarakat. . . Apakah dirinya emang terlalu hina untuk ditolong.? Atau malah tugas polisi itu telah berganti.? Bukan untuk melindungi dan mengayomi masyarakat, tapi malah untuk menyengsarakan masyarakat. Kenapa.? kenapa melihat dirly yang masih sangat bocah terluka, dia hanya sebatas memandang. Melihat dengan perasaan yang jijik. Seperti melihat seekor bintang yang sangat menyedihkan.
Dirly meringis menahan sakit, sambil tangannya memegangi lututnya yang robek. Mengeluarkan tetes demi tetes darah merah dari dalam tiap jaringan ototnya. Jakarta. Ooh jakarta. Ibukota indonesia, sebuah kota metropolitan yang didalamnya dipenuhi oleh manusia-manusia yang munafik. Dan tak pernah menghargai orang lain.
Derita dirly.
Hari sudah semakin sore. Dan matahari mulai condong kearah barat. Kalau dihitung dari ilmu anak sekolahan mungkin sekitar pukul 14:00an. Tapi hingga waktu sepetang ini, belum ada satu rupiah pun yang didapatnya. Dirly menangis, hatinyapun menangis, menangis dengan pilu. Dari pagi hingga sore begini, belum ada satu tetes air pun yang membasahi tenggorokannya. Belum ada sesuap nasi pun yang mengganjal perutnya. Untuk mengganjal rasa lapar yang terus menghinggapinya. Dengan terseok-seok dirly melangkah ketempat tong sampah. Mencoba mencari sisa-sisa makanan yang tak habis dan dibuang oleh orang-orang yang tak pernah mensyukuri nikmat Tuhan.
Tanpa mempunya rasa jijik sedikit pun, dirly mengais-ngais sampah itu, dan menyantap sisa-sisa makanan yang tak habis dan dibuang orang. Dirly bersukur. Disaat dirinya tengah kelaparan. Masih ada tong sampah yang bisa memberinya sesuap makanan.
Matahari udah setinggi galah, dan sebentar lagi siang akan segera berganti dengan malam. Setiap orang udah pada sibuk untuk berkemas-kemas, untuk segera pulang kerumahnya. Berkumpul bersama keluarganya, tapi dirly masih tetap termangu-mangu. Takut menyelinap disebalik hatinya. Takut bila ia harus pulang dan menginjakkan kakinya dirumah. Bukan sambutan mesra yang didapatnya, menyongsong kepulangannya, tapi pasti sabetan sapu lidi yang akan menghujaninya. Dirly mengeluh dalam sepi. Dimana para wakil rakyat berada.?? Kenapa disaat dirinya belum diangkat menjadi wakil rakyat selalu mengumbar janji. Janji-janji manis yang membuat setiap orang terlena. Tapi setelah dirinya diangkat menjadi wakil rakyat....??
Siangpun telah berganti dengan malam, dan mataharipun telah berganti dengan bulan dan bintang, dirly meringkuk disebalik tong sampah. Tangannya memeluk lututnya sendiri. Mencoba melawannya dinginya angin malam. Mencoba melawan sakit badanya. Mencoba melawan nyamuk-nyamuk yang terus mengeroyokinya. Hingga tanpa sadar. Dirly pun terlena. Masuk kealam mimpi. Rasa sakit sudah tak dirasakannya lagi. Rasa dingin sudah tak dirasanya lagi. Gigitan nyamuk juga sudah tak sanggup untuk membangunkan tidurnya lagi. Dirly telah jauh masuk kealam mimpi...Mimpi indah.
Dirly terbangun saat kupingnya menangkap suara yang sangat bising. Suara kendaraan yang tak tahu ujungnya dimana.? Dirly bangun dengan harapan. Harapan semoga hari ini lebih baik dari hari kemaren. Dengan semangat 45 dirly mulai mencari rupiah demi rupiah. Dengan cara menjual suaranya yang parau. Mengharapkan rasa dolidaritas setiap orang untuk rela menyisipkan rupiahnya kedalam kantong plastik bekas bungkus kerupuk yang disodorkan dirly, setiap dirly telah selesai menembangkan sebuah lagu. Dirly tersenyum senang disaat matahari telah tepat berada diatas ubun-ubunnya, telah lumayan banyak recehan yang berada dikantongnya. Senang. Malam ini dirinya bakalan bisa pulang.
Disaat hari telah menjelang malam, dirly pun bersiap-siap untuk pulang. Sebelum pulang dirly pun menyempatkan dirinya untuk menghitung hasil dari jerih payahnya. 29,500. Rupiah. Dirly memasukkan recehan itu lagi kekantong bekas kerupuk dan akan memasukkan kekantong celananya ketika tiba-tiba sebuah tangan yang kekar merampas uang yang belum sempat masuk kedalam kantong celana dirly.
“Bang jangan bang.” Rengek dirly sambil berusaha mengambil kembali uangnya.
Tapi Langlahnya langsung terhenti ketika sebuah tangan yang kekar langsung melayang menghantam hidungnya dan membuat dirly langsung terjengkang kebelakang. Darah langsung mengalir keluar dari hidungnya.
“Ini jatah gua. Dan kalau loe masih berani untuk membuka mulut loe lagi. Gue pastiin gigi loe bakalan rontok semuanya.!” Bentaknya dengan kasar. Sebelum pergi meninggalkan dirly.
Dirly hanya bisa menatap kepergiannya dengan tatapan yang nanar. Dan kosong. Dan dirly juga hanya bisa menangis. Menangis karna terlahir dengan orang yang lemah. Dan tak berdaya. Dengan lengan bajunya sendiri dirly mengelap darah yang terus mengalir keluar, dengan pikiran yang kosong, dirly melangkahkan kakinya. Berjalan terus tanpa mempunyai arah dan tujuan. Dengan membawa beban dan derita yang berada dipundak kecilnya. Sampai kapan kah ini akan berakhir...
Sekian...
Oke sahabat semua. Gimana lanjutan nya keren nggak. sherkan ya. jika menurut sahabat semua bagus.